Thursday, April 21, 2011

Pecah *lagi

Semua yang dia katakan sejatinya adalah sama seperti yang kurasakan.
Sedikit kaget dan cemas, bahkan ketika ternyata kami telah merasakan.
Segera aku berpikir mungkin aku lah yang akhirnya membentuk perasaan tersebut.
Sebenarnya, apakah dia merasakannya? Jangan-jangan abjeksi itu bukan terbentuk tetapi kubentuk.
Sesungguhnya aku tidak meragukannya. Mungkin eksistensi dari perpaduan kitalah yang menjadi..
Sayangnya aku tidak merasa depresi.
Sayangnya aku tidak kehilangan hasrat.
Sayangnya sedikit rasa malas saja yah yang memang dari dulu dan nemplok saja mencari pembenaran.
Sayangnya ...

Saturday, April 9, 2011

Monggo ke Monggo

Coklat Monggo ada dimana-mana, tidak hanya didistrubusikan di Yogya saja. Namun, malam lalu sudah bertekad untuk datang langsung ke pusatnya. Kotagede.
Kotagede ya... Dimana itu.
Pernah sekali saya kesana mengantar saudara dari Bandung untuk melihat-lihat kerajinan perak disana, panasnya...
Saat menuju kesana kemarin, sekitar jam 11an, cuacanya membuat badan sampai terasa perih karena teriknya matahari. Berbekal dari alamat yang tertera di website chocolatemonggo.com yaitu:
CV. Anugerah Mulia
Jalan Dalem KG III / 978
RT 043 RW 10
Kel. Purbayan Kotagede
55173 Yogyakarta
Indonesia 

Saya tekadkan untuk pergi kesana. Sebelumnya saya bertemu dulu dengan teman saya yang tinggal di daerah alun-alun kidul, mengkopi file rekaman yang harus saya edit sekaligus tanya-tanya bagaimana caranya ke Kota Gede. Dari plengkungkidul, belok kiri. Ya, saya ikuti saja arahan yang diberikan dia. Lurus lurus, akhirnya ada papan toko silver besar berwarna biru, saya belok kanan. Bertanya ke orang 2 - 3 kali hingga menuju pasar Kota Gede... Macetnya.. Pasar masih aktif saat saya melewatinya kemarin, banyak orang, andong, hewan-hewan, suara musik dangdut, ah... sumpeknya... Untung saat itu saya berpetualang dengan motor jadi lebih mudah menyelip-nyelip. Kebetulan jalan menuju ke Monggo juga tidak besar, tapi mobil bisa masuk kok, saat saya disana ada mobil www.rentokil.co.id

Sedang ada renovasi disana, mbak yang melayani saya mengenakan masker. Tidak seperti yang saya bayangkan, saya kira coklatnya berjejer seperti buku-buku di Gramedia hanya ada etalase kecil ya walau stoknya pasti banyak ya mungkin di belakang. Membeli disana memang sedikit lebih murah dan lebih bervariasi. Yah, cukup puas bisa sampai kesana.

OK, monggo ke Monggo :)

 

Friday, April 8, 2011

Bintang Jatuh

"Pa, kenapa kalau ada bintang jatuh orang-orang berdoa?" tanya seorang anak.
"Kamu pernah jatuh kan kak?" tanya papa
"Iya Pa."
"Nah, sakit nggak?"
"Kadang-kadang sakit."
"Ya, kadang sakit kan.. Itu dia sama bintang jatuh juga sakit."
"Oh, iya pa ya! Jadi orang-orang itu lagi doain bintang yang jatuh biar nggak sakit?"
"Bukan."
"Terus Pa?"
"Emang siapa sih kak orang-orang yang berdoa itu?"
"Nggak tau..."
"Loh, terus kok bisa tanya gitu sama Papa?"
"Kok Papa malah marah?"
"Nggak marah kakak.. Papa akan selalu memberi jawaban yang benar untuk kamu. Papa nggak tau siapa mereka dan kenapa mereka berdoa waktu ada bintang jatuh. Tapi kalau kakak mau tau, papa samperin."
"Gitu Pa? Papa bukan kabur kan? Jangan-jangan papa nggak tau jawabannya?"
"Papa memang nggak tau apa yang mendorong mereka untuk berdoa, bagaimana mereka memutuskan untuk berdoa, doa apa, seperti apa, dan bagaimana, papa nggak tau. Ditambah kakak nggak tau juga siapa orang yang kakak tanya? Kalau itu mama... Papa bisa tanya sekarang, meskipun belum tentu mama pun bisa kasi jawaban yang sebenar-benarnya."
"Pa..."
"Ya?"
"Kalau papa sendiri berdoa nggak?"
"Tadinya nggak, tapi kalau nanti ada bintang jatuh, papa berdoa untuk kamu ya? Mau?"
"Kenapa?"
"Karena papa juga pingin tau kaya' kakak, kenapa berdoa? OK kak? Sini kesayangan papa... 20 tahun lagi... Kalau kakak liat bintang jatuh, kakak akan berdoa, bukan karena bintang jatuh, tapi karena kenangan yang pernah tersimpan. Kakak bintang jatuhnya papa, doanya papa."

Tuesday, April 5, 2011

03:10

Tersentak saat kumelihatnya dalam pelukanku, oh dimana ini? Jam menunjukkan pukul 03:10 dini hari.
Mungkinkah ini malam pertamaku? Lantas kapan kami menikah? Betapa sangat nyata ini semua.
Aku terbangun dalam suasana yang tentram bersamanya. Beginikah rasanya bersama kekasihku?
Tidur bersama dan masih melihatnya di sampingku saat aku bangun. 
Kapan aku tidur bersamanya? Kenapa dia ada di sampingku? Oh ini sangat membingungkan..
Menyenangkan bisa memandanginya terlelap, manusia yang indah dan rupawan.
Mungkin... Aku memang belum melakukan upacara sakral itu?
Mungkin... Kami memang hanya tak sengaja bersama?
Mungkin... Ini bukan gelap yang menuju terang, hanya mendung di sore hari?
Ah.. Aku sangat tidak mengingat apa yang terjadi hingga aku bisa memeluknya seperti barusan.
Dia terlihat sangat kecil melingkar seperti ulat. Hmm.. Aku tidak berani menyentuhnya..
Kepalaku mulai berat dan tubuhku kedinginan, aku tidur kembali..
Saat kuterbangun lagi... Ternyata mimpi indahku.

Sunday, April 3, 2011

Sumarah Siap Siaga

Detakannya merambat ke tubuhku mencetak perasaan baru
Iramanya lembut menjalar saling berebut seru
Kami bercampur sambil bertempur dan membiru
Hati-hati memperhatikan gemuruh yang menderu

Aaah...
Gelap kami terlelap dalam kegemerlapan
Lelah kami mengelah dalam kegerahan

Dekapannya entah sejak kapan telah mengepakkanku ke langit
Aromanya manis dan romantis membuat awan-awan iri dan sengit
Kami berpadu sambil mengadu dan memingit
Hati-hati memperhatikan bubur yang telah sangit

Aaah...
Terang saja kami mengerang kegirangan
Penuh energi dan saling berbagi tanpa merugi

Aku Masih Tidur

Perjalananku masih panjang, sepintas kusempatkan menoleh ke belakang, ada sesuatu yang menginterupsiku. Tidak lama, langkahku yang cepat itu gontai dan memutuskan untuk putar balik. Aku tidak menoleh lagi, aku menghampirinya. Sempatkah? Apakah semua ini adalah hal yang dipaksa untuk disempatkan? Jangan-jangan aku yang memaksakannya?

Sama saat aku berlari dan melaut, mencapai apakah sebenarnya aku? Terlalu sering aku membelokkan diri untuk rehat  yang malah membuatku semakin lelah. Terlalu cepat terlalu lama terlalu keterlaluan. Aku perlu memecah-mecahkannya, semua mulai bercampur menjadi satu, ketakutanku untuk bangkit kembali. Aku selama ini hanya berjalan dalam tidur... Peluh keringat, isak tangis, goresan-goresan, tawa bahak, senyum manisku.. Hanya mimpi.. semua kenangan itu, namanya, ceritanya, rasanya... Utopia... 

Sampai akhirnya aku mengerang-ngerang aku tertawa-tawa aku terisak-isak dan membuat semua orang menoleh. Duniaku mulai bergoyang gemuruh suara orang berlari seakan ingin menubrukku. Lagi ini adalah mimpiku. Duniaku hancur semua menjadi abu-abu. Mataku... Aku terbangun! Aku terbelalak cemas terbelalak kaget. Apa-apaan ini? Tubuhku mulai kejang, kulitku seperti ditusuk-tusuk, dan aku tidak tahu lagi bagaimana berdiri, tulangku meleleh, aku tertidur lagi.. Tak ada mimpi tak ada dunia. Pingsan kata orang.

Duniaku.. Aku menciptakannya saat kuterbangun. Aku tahu itu semua dari melihat bagaimana aku mengekspresikan kepedihan, kebahagian juga kebingungan. Duniaku... Tercipta dari paduan ekspresi orang yang bercerita mengenaiku, dari gambar yang mereka coba tangkap dan tunjukkan padaku. Aku... harus memulainya.. dari negatif kesekian dan minus pemeran utamaku..

Saturday, April 2, 2011

Jika Kamu..

Ada sebuah tuntutan dan kau sendiri ikut menuntut balik, lantas aku akan bagaimana? Tertuntut?
Jika itu memang sementara, bagaimana kita mengetahuinya ya Tuhan? 
Selama ini yang kualami adalah sesuatu yang sementara,
meski kenangan itu tetap ada dan berdampak terus dalam hidupku.
Apa memang semuanya hanya sementara? Akhirnya akan pergi. 
Lalu apa yang kita lakukan dalam kesementaraan itu? 
Jika kamu adalah sementara.. biarkanlah aku sementara ini. 
Jika aku adalah sementara.. biarkanlah aku sementara juga. 
Sementara kau menjadi yang sementara atau sementara aku menjadi yang sementara. 
Sementara tak berarti satu minggu.. satu bulan.. satu tahun.. satu abad.. Tak kekal.. Sementara..

Rona Cinta

Hai Rona!
Bagaimana rasanya memandangi dirimu yang baru itu?
Cinta?
Cinta apalagi yang mau kau berikan?
Ah itulah, cinta itu buta. Iya kan?Nah ini sudah lewat beberapa hari, dan kamu hanya mengharu biru dalam misi dan ambisi untuk menyelamatkannya.
Oh ternyata kau langsung memiliki banyak profesi ya? Hebat!
Lantas apakah itu membawa bahagia untukmu?
Kamu melihat ada perubahan?
Ah tololnya kamu.
Laki-laki itu membuatmu luka-luka dan kamu hanya diam serta tetap berusaha untuk dia??
Cinta?
Waw hebat ya cinta bisa membuatmu mati rasa.
Tapi jika kau sudah mati rasa manalagi yang kau rasakan?
Cinta?

posted from Bloggeroid

Friday, April 1, 2011

Pertanda ke-3

Aku baru saja ingat, bagaimana aku membicarakan temanku yang ayu.
Kami memang berteman. Kami cukup akrab. Kami membagi beberapa cerita yang tidak semua teman lain tahu.
Tapi kami pun adalah teman yang ala kadarnya.
Oh.. temanku yang ayu.
Tidak lama aku memberimu semangat, yang entah apa itu aku hanya ingin mengucapkannya.
Kita tidak berbincang. Aku pun hanya membatinnya. Alasan apa aku memberimu semangat? Dalam rangka?
Temanku yang ayu..
Sekali lagi kudoakan yang terbaik untukmu. Tetaplah semangat.
Aku tau kau hebat. Dan ya! Aku sudah melihat itu secara langsung! Kehebatanmu!
Semangat temanku yang ayu..
Teman ala kadarnya. Temanku yang ayu. Temanku yang kuat. Temanku yang hebat.


Untuk semua yang telah ditinggalkan...
Semangatlah. Seluruh kerabat temanku yang ayu. Semangatlah.
Aku pernah bertemu.. Aku pernah berbincang. Meski ala kadarnya.
Orang yang baik. Selamat jalan..

Aku Masih Berenang

Katakanlah aku sedang melaut, berenang-renang menuju ke tepian.
Pulau yang tak nyata, sebuah harapan, fatamorgana.
Aku masih berenang.
Sedikit kunikmati sejuknya air, sedikit kunikmati goyangan-goyangan ombak yang membawaku.
Sekali aku ingin melayang, pasrah mengikuti kemana mereka ingin membawaku.
Kadang kurasa sejuk kadang menusuk tulang kadang membuatku terbakar.
Sehebat apapun aku mensugestikan kenikmatan, hal-hal itu tetap tak terelakkan.
Kutelungkupkan kepala sesekali untuk memandangi apa yang sangat ingin kutinggalkan.
Kutengadahkan kepala sesekali untuk memandangi apa yang selama ini telah tertinggal.
Aku masih berenang.
Tubuhku semakin kuat menghadapi ganasnya lautan, namun di dalamnya mulai rapuh menunggu.
Pikiranku semakin cepat menanggapi bahaya yang akan kulewati, meski tidak berada di tempat yang sama.
Aku masih berenang.